Kesalahan Administrasi di TPS Tidak Seharusnya Menyebabkan PSU, Rahmat: “Lucu saja kalau masalah administrasi mau ajukan PSU”

Lubaiaktual.id- Lahat, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu wujud implementasi demokrasi di Indonesia. Kabupaten Lahat yang juga melaksanakan kontestasi ini pun juga melaksanakan PILKADA, dimana pasca Pilkada terdapat aduan ke MK oleh salah satu paslon cakada yang tidak menerima hasil Pleno Kabupaten. Dikabarkan isu Pemungutan Suara Ulang (PSU) menjadi salah satu tuntutan oleh paslon tersebut. Namun, isu terkait pelaksanaan PSU kerap kali menjadi polemik, khususnya ketika terjadi kesalahan administrasi di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pendapat ini disampaikan oleh mantan ketua PPS (Pemilu 2024) Kelurahan Pagar Agung Kecamatan Lahat Rahmat Thamrin, menurutnya hal ini mengacu pada prinsip bahwa kesalahan administrasi tidak serta-merta dapat dijadikan dasar untuk melaksanakan PSU, selama tidak mempengaruhi hasil akhir pemilihan.

Rahmat menyampaikan menurutnya PSU pada Pilkada ini hanya dapat dilakukan jika terdapat kondisi tertentu, seperti bencana alam, kerusuhan, atau kesalahan prosedur oleh petugas KPPS yang mengakibatkan hasil suara tidak sah. PSU wajib diadakan jika pengawas TPS menemukan pelanggaran, seperti pembukaan kotak suara yang tidak sesuai prosedur atau pemilih yang tidak terdaftar. Hal tersebut tertuang dalam PKPU 17 tentang tungsura serta PKPU 18 tentang rekapitulasi pemungutan dan penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum yang mengatur tentang syarat PSU. Prosedur pelaksanaan PSU Pun diusulkan oleh KPPS dan harus disetujui oleh KPU Kabupaten/Kota, dilaksanakan paling lama 10 hari setelah pemungutan suara. Nah dalam keadaan ini, paslon yang mengajukan PSU ke MK tersebut dikabarkan hanya berdasarkan kesalahan administrasi tanda tangan daftar hadir yang tidak singkron.

Kesalahan administrasi seperti tidak adanya tanda tangan dalam daftar hadir pemilih atau dokumen administratif lain tidak secara eksplisit disebutkan sebagai alasan sah untuk melaksanakan PSU. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, pelanggaran administratif yang tidak memengaruhi substansi hasil pemilihan tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan proses pemungutan suara di TPS tersebut.

“Kesalahan administrasi seharusnya dipandang dalam konteks dampaknya terhadap hasil pemilu. Jika kesalahan tersebut tidak menyebabkan perbedaan jumlah suara yang signifikan atau tidak membuktikan adanya manipulasi hasil, maka keputusan PSU tidaklah proporsional. Selain itu, pelaksanaan PSU membutuhkan sumber daya yang besar dan berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pilkada” Ujar Rahmat.

Selain itu, penting pula untuk mempertimbangkan asas kepastian hukum dan keadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Pelaksanaan PSU tanpa alasan kuat bertentangan dengan asas-asas tersebut karena dapat menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi peserta pemilu serta masyarakat.

“Seandainya memang masif kesalahan prosedur dilakukan oleh jajaran KPPS dan PPS, maka menjadi tanda tanya juga, apa benar ini sengaja atau tidak disengaja, karena mereka ‘katanya’ direkrut berdasarkan seleksi ketat, khusunya pengalaman dan pemahaman sangan dibutuhkan, kemudian dibekali bimtek yg menggunakan uang negara cukup besar, betul apakah ini kurang paham ? atau kurang bimtek ? atau sengaja ada orang yg mendesain mengarahkan sehingga terjadi kesalahan prosedur yg masif ? maka dampak nya juga kepada Komisioner KPU divisi yg membidangi dan ketua, mereka harus bertanggung jawab” Tegas Rahmat.

Rahmat menambahkan, apabila kesalahan prosedur secara masif ini terbukti sengaja dilakukan, akan ada konsekuensi pidana bagi penyelenggara ditingkat KPPS dan PPS, bisa masuk penjara berjama’ah, begitu juga dengan pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali itu juga akan terkena pasal pidana sesuai dengan UU no 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah.

Dengan memperhatikan regulasi yang ada, kesalahan administrasi di TPS yang tidak berimplikasi pada hasil akhir Pilkada tidak dapat dijadikan dasar untuk pelaksanaan PSU. Langkah terbaik adalah memastikan perbaikan administrasi pada pemilu berikutnya, tanpa harus mengorbankan hasil pemilihan yang telah dicapai melalui proses demokrasi.

“Mulai dari perhitungan di TPS, Pleno di Kecamatan dan kabupaten, tidak terdapat perselisihan hitungan suara dari ke 3 paslon, artinya hasil tersebut sudah disepakati bersama, lucu saja kalau masalah administrasi mau ajukan PSU” Pungkas Rahmat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *